BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Struktur Matahari sebagai Bintang

Bintang adalah
benda angkasa yang mempunyai cahaya sendiri dan gas pijar. Kekuatan cahaya
bintang ditentukan berdasarkan magnitude (tingkat terang). Matahari disebut
bintang karena matahari mampu menghasilkan dan memancarkan cahaya sendiri
melalui reaksi fusi nuklir. Matahari merupakan bintang terdekat dengan bumi
yang menjadi pusat dari tata surya, sehingga matahari mampu “manarik dan
mengatur” anggota tata surya lainnya. Cahaya matahari dibandingkan bintang
yang lain terasa lebih cemerlang. Hal itulah yang menyebabkan pada waktu siang
hari kita tidak dapat melihat bintang selain matahari.
Matahari
adalah bintang terdekat dengan Bumi dengan jarak rata-rata 149.680.000
kilometer (93.026.724 mil). Matahari serta kedelapan buah planet (yang sudah
diketahui/ditemukan oleh manusia) membentuk Tata Surya. Matahari dikategorikan
sebagai bintang kecil jenis G.
Matahari
adalah suatu bola gas yang pijar dan ternyata tidak berbentuk bulat betul.
Matahari mempunyai katulistiwa dan kutub karena gerak rotasinya. Garis tengah
ekuatorialnya 864.000 mil, sedangkan garis tengah antar kutubnya 43 mil lebih
pendek. Matahari merupakan anggota Tata Surya yang paling besar, karena 98%
massa Tata Surya terkumpul pada matahari.
Di samping
sebagai pusat peredaran, matahari juga merupakan pusat sumber tenaga di
lingkungan tata surya. Matahari terdiri dari inti dan tiga lapisan kulit,
masing-masing fotosfer, kromosfer dan korona. Untuk terus bersinar, matahari,
yang terdiri dari gas panas menukar zat hidrogen dengan zat helium melalui
reaksi fusi nuklir pada kadar 600 juta ton, dengan itu kehilangan empat juta
ton massa setiap saat.
Matahari
dipercayai terbentuk pada 4,6 miliar tahun lalu. Kepadatan massa matahari
adalah 1,41 berbanding massa air. Jumlah tenaga matahari yang sampai ke
permukaan Bumi yang dikenali sebagai konstan surya menyamai 1.370 watt per
meter persegi setiap saat. Matahari sebagai pusat Tata Surya merupakan bintang
generasi kedua. Material dari matahari terbentuk dari ledakan bintang generasi
pertama seperti yang diyakini oleh ilmuwan, bahwasanya alam semesta ini
terbentuk oleh ledakan big bang sekitar 14.000 juta tahun lalu.
Matahari
memancarkan energi dalam bentuk cahaya ke segala arah. Energi yang dipancarkan
tersebut, hanya sebagian kecil yang sampai di bumi. Namun sejumlah energi yang
kecil tersebut sudah cukup sebagai sumber energi di bumi. Berdasarkan hasil
penelitian, setiap 1 cm2 atmosfir bumi rata-rata menerima energi
matahari sebesar 2 kalori setiap menit (8,4 joule/menit). Nilai 2 kalori per
menit ini selanjutnya disebut konstanta matahari. Berdasarkan penelitian
diperoleh bahwa matahari merupakan bola gas yang sangat panas. Bola gas
tersebut terdiri atas 70 % gas hidrogen, 25 % gas helium, dan
5 % unsur-unsur lain seperti gas oksigen, karbon, neon, besi, nitrogen,
silikon, magnesium, nikel, dan belerang (sulfur).
Wujud
matahari adalah bola gas berpijar yang sangat besar. Berpijarnya bola gas
tersebut disebabkan oleh adanya reaksi fusi di bagian inti matahari. Oleh
karena itu. inti matahari mempunyai suhu yang paling tinggi dibandingkan
bagian-bagian yang lain. Berdasarkan letaknya, susunan lapisan matahari dapat
dibedakan menjadi empat macam. Lapisan-lapisan tersebut mulai dari yang terdalam
berturut-turut adalah lapisan inti, fotosfer, kromosfer, dan korona.
- Inti.
Inti
merupakan bagian yang paling dalam dari matahari. Suhu di lapisan ini diperkirakan
mencapai l6 juta oC. Oleh karena itu, di lapisan inilah reaksi fusi dapat
berlangsung. Energi hasil reaksi fusi dipancarkan ke luar secara radiasi.
- Fotosfer (Lapisan Cahaya)
Fotosfer
merupakan permukaan matahari yang tebalnya kurang lebih 350 km. Lapisan inilah
yang memancarkan cahaya sangat kuat. Oleh karena itu. fotosfer juga disebut
lapisan cahaya. Suhu di fotosfer diperkirakan rata-rata 6.000 oC.
Pada suhu tersebut, suatu benda memancarkan cahaya berwarna kuning. Hal ini
sesuai dengan cahaya matahari yang berwarna kekuning-kuningan.
- Kromosfer.
Kromosfer
merupakan lapisan gas dli atas fotoser yang tebalnya sekitar l6.000 km. Oleh
karena itu, kromosfer sering disebut lapisan atmosfer matahari. Di lapisan
bawah (dekat fotosfer). suhu kromosfer diperkirakan sekitar 4.000 oC.
Makin ke atas. suhu kromosfer makin tinggi. Pada lapisan yang paling atas.,suhu
kromosfcr diperkirakan mencapai 10.000 oC. Kromosfer.hanya dapat
dilihat pada saat terjadi gerhana matahari total. Pada saat itu. Kromosfer
tampak seperti gelang atau cincin yang berwarna merah.
- Korona.
Korona
mempakan lapisan matahari yang paling luar. lapisan ini juga sering disebut
lapisan atmosfer matahari bagian luar. Korona juga merupakan lapisan gas yang
sangat tipis. Gas tersebut sering tampak seperti mahkota putih cemerlang yang
mengelilingi rnatahari. Oleh karena itu, lapisan gas tersebut disebut korona,
artinya mahkota. Karena merupakan lapisan gas tipis. bentuk korona selalu
berubah-ubah. Tebal korona diperkirakan mencapai 2,5 juta km. Adapun suhunya
diperkirakan mencapai 1 juta oC Korona dapat diamati setiap saat
dengan teleskop. Teleskop yang digunakan untuk mengamati korona disebut
koronagraf.
2.2 Asal Usul Bintang

Setiap tahun,
bintang-bintang terbentuk di dalam nebula yang sekaligus merupakan bahan
bakarnya. Melalui reaksi nuklir yang luar biasa, bintang mengkonsumsi miliaran
ton bahan bakar setiap detik. Cadangan hidrogen matahari sangat besar sekitar
2000 miliar miliar ton sehingga reaksi nuklir yang telah terjadi sejak 5 miliar
tahun yang lalu tetap beranjt selama itu juga.
Bintang terlahir di
dalam awan hidrogen dan debu yang sangat besar yang disebut nebula. Ledakan
sebuah atau beberapa bintang disekitarnya memengaruhi nebula, dan grafitasi
mulai yang memegang. Awan lambat laun berkontraksi di bawah pengaruh gravitasi,
dan materi akan menggumpal secara alami. Awan mulai berotasi dan temperaturnya
meningkat. Embrio bintang (protostar) terbentuk. Tak lama kemudian reaksi
nuklir terjadi. Protostar membutuhkan waktu 10 miliar tahun untuk kemudian
menjadi sebuah bintang yang akan bersinar sampai seluruh cadngan hidrosfer yang
dimilikinya berubah menjadi helium.
Jika protostar tidak memiliki cukup
massa untuk membangkitkan reaksi nuklir, ia akan menjadi katai cokelat. Protostar
dengan massa yang cukup akan memicu proses fusi termonuklir dan mengawali
kehidupan dewasanya sebagai bintang deret utama. Ini seperti Matahari kita saat
ini. Setelah 10 milir tahun, bintang tersebut akan berubah menjadi raksasa
merah dengan diameter 100 diameter Matahari dan ratusan kali lebih terang.
Lambat laun, lapisan bagian luar raksasa merah terlontar ke angkasa dan
membentuk planetari nebula selama 1 miliar tahun. Kemudian, inti bintang akan
terus berkontraksi hingga menjadi seukuran bumi dan menjadi katai putih, objek
dengan kerapatan luar biasa. Jika katai putih memiliki bintang pasangan, akan
menarik materialnya dan akan menjadi nova 1 yang sangat terang. Bintang akan
meredup terus hingga tidak bersinar kembali. Setelah beberapa miliar tahun akan
menjadi bintang mati, katai gelap.
Nova

Katai putih yang berubah menjadi
sebuah bintang yang sangat terang secara tiba – tiba disebut sebagai “bintang
baru”. Diperkirakan terdapat puluhan nova yang terbentuk setiap tahunnya di
Galaksi Bimasakti. Proses yang menyebabkan terjadinya nova dapat terjadi ketika
sebuah bintang katai putih dekat dengan bintang lainnya. Katai putih terkadang
mengisap materi bintang pasangannya. Materi tersebut berakumulasi di sekitar
permukaannya dan membentuk sebuah cakram akresi. Peningkatan temperatur,
menyebabkan ledakan besar. Nova tampak
terang di langit. Dalam satu tahun,
“bintang baru” tersebut memancarkan energy lebih banyak dari yang dipancarkan
Matahari selama satu juta tahun.
2.3 Jarak Bintang

Bintang yang terdekat dari kita
setelah matahari (jarak 150.000.000 km) adalah bintang Proksima Centauri yang
berjarak 40.000.000 km. Begitu banyaknya angka yang harus ditulis membuat
astronom menggunakan satuan lain untuk menyatakan jarak bintang. Dengan
mengetahui bahwa dalam 1 detik cahaya bergerak melintasi 300.000 km, maka
astronom mendefinisikan satuan cahaya (1 tahun cahaya = 9,46 x 1012 km)
sebagai acuan jarak bintang. Dengan demikian, cahaya membutuhkan waktu sekitar
500 detik untuk sampai ke bumi dari matahari, dan 4,3 tahun dari bintang
Proksima Centauri. Dengan kata lain jarak bumi-Proksima Centauri adalah 4,3
tahun cahaya.
Penentuan jarak bintang baru dapat
dilakukan pada abad ke-19, dan dikenal dengan nama cara paralaks trigonometri. Akibat gerak edar bumi mengelilingi
matahari, maka bintang yang dekat akan terlihat bergeser letaknya relative
terhadap bintang-bintang yang lebih jauh. Bintang tersebut seolah bergerak
menempuh lintasan berbentuk elips yang sebenarnya merupakan pencerminan gerak
bumi. Jika sudut p adalah bentangan
sudut yang dibentuk antara posisi bintang saat tertentu relative pada saat
acuan, maka dari trigonometri sederhana dapat dirumuskan sebagai p = αo/α dengan αo adalah jarak matahari bumi, dan α adalah
jarak bumi ke bintang. Karena p sudut
yang kecil. Maka jika dinyatakan dalam radian dapat dituliskan sin p = αo /α.
Sebagai ilustrasi, bintang 61 Cygni
(di rasi Cygnus) diukur paralaksnya
0,3 detik busur, maka dengan rumus di atas dengan mudah dapat dihitung jaraknya
1014 km. Astronom kerapkali menggunakan satuan jarak parsek, yang didefinisikan sebagai
jarak bintang yang paralaksnya 1 detik busur. Hubungan yang diperoleh adalah 1
parsek = 3,26 tahun cahaya.
Tabel : Bintang-bintang yang terdekat dengan
matahari yang sudah ditentukan paralaksnya
|
Bintang
|
Paralak s (“)
|
Jarak (pc)
|
Jarak (ly)
|
|
Proxima Centauri
|
0,76
|
1,31
|
4,27
|
|
Alpha Centauri
|
0,74
|
1,35
|
4,40
|
|
Barnard
|
0,55
|
1,81
|
5,90
|
|
Wolf 359
|
0,43
|
2,35
|
7,66
|
|
Lalande 21185
|
0,40
|
2,52
|
8,22
|
|
Sirius
|
0,38
|
2,65
|
8,64
|
2.4 Gerak Bintang

Bintang tidak
diam, tetapi bergerak di ruang angkasa. Pergerakan bintang ini sangat sukar
diikuti karena jaraknya yang sangat jauh, sehingga kita melihat
bintang seolah-olah tetap diam pada tempatnya sejak dulu
hingga sekarang.
Bila diamati, bintang selalu
bergerak di langit malam, baik itu tiap jam maupun tiap hari akibat pergerakan
bumi relatif terhadap bintang (rotasi dan revolusi bumi). Walaupun begitu,
bintang sebenarnya benar-benar bergerak karena mengitari pusat galaksi, namun
pergerakannya itu sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dalam pengamatan
berabad-abad. Gerak semacam inilah yang disebut gerak sejati bintang. Gerak sejati biasanya diberi symbol dengan µ
dan dinyatakan dalam detik busur
pertahun. Bintang yang gerak sejatinya terbesar adalah bintang Barnard dengan µ = 10”,25
per tahun (dalam waktu 180 tahun bintang ini hanya bergeser selebar bulan purnama).
Gerak sejati bintang dibedakan
menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yaitu:
- Kecepatan
radial : kecepatan
bintang menjauhi atau mendekati pengamat (sejajar garis pandang).
- Kecepatan
tangensial : kecepatan
bintang bergerak di bola langit (pada bidang pandang).
Sedangkan kecepatan total adalah kecepatan gerak sejati
bintang yang sebenarnya (semua komponen).
KECEPATAN
RADIAL
Kecepatan radial, seperti telah dijelaskan sebelumnya, adalah
kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat. Kecepatan ini biasanya
cukup besar, sehingga terjadi peristiwa pergeseran panjang gelombang. Kecepatan
radial bintang dapat diukur dengan metode Efek Doppler.
atau dengan
pendekatan untuk vr<<c dapat digunakan versi
nonrelativistik yaitu:
Kebanyakan gerak bintang-bintang yang dapat diaamati geraknya
memiliki kelajuan yang jauh di bawah kelajuan cahaya, sehinggi kita gunakan
saja persamaan yang kedua. Penting untuk mengetahui kecepatan bintang dan
galaksi umumnya dinyatakan dalam km/s.
KECEPATAN
TANGENSIAL
Kecepatan tangensial adalah kecepatan gerak bintang pada bola
langit. Misalkan pada suatu tahun, bintang tersebut berada pada α,δ
sekian, namun pada tahun berikutnya posisinya berubah. Perubahan koordinat
dalam tiap tahun ini disebut proper motion (μ) yang merupakan
kecepatan sudut bintang (perubahan sudut per perubahan waktu). Kecepatan
liniernya dinyatakan dalam satuan kilometer per detik. Kecepatan linier inilah
yang dikatakan kecepatan tangensial, yang dapat dicari dengan menggunakan rumus
keliling lingkaran. Misal perubahan posisi bintang dari x ke x’,
yaitu sebesar μ (detik busur) setiap tahunnya.
Perhatikan gambar gerak tangensial bintang :

d (parsec) dan μ (“)
kita juga memiliki hubungan d = 1/p untuk d
dalam parsec dan p dalam detik busur
Keliling = 360 º = 1296000”
Keliling = 2πd = 2π/p
dan mengingat definisi kecepatan sudut, v = ω d,
maka:
KECEPATAN TOTAL
Di atas kita telah membahas
kecepatan bintang dalam arah radial dan tangensial, sekarang kita akan mencari
kecepatan total bintang, v. Karena arah sumbu radial dan tangensial
tegak lurus, maka dengan mudah kita dapat menyelesaikannya menggunakan dalil
Pythagoras atau trigonometri. Ingatlah sudut yang dibentuk antara sumbu radial
dan vektor kecepatan bintang disebut sudut β.
Gambar : diagram kecepatan total
v2 = vr2 + vt2
vr = v cos β
vt = v sin β
2.5
Magnitudo Bintang

Bintang merupakan benda langit yang amat besar. Jika kita amati secara
seksama, maka warna bintang di langit berbeda – beda, ada yang kekuning –
kuningan, merah, dan biru. Dapat kita simpulkan ( dengan hokum Wien pada fisika
radiasi, dimana λmaks T =
konstan ) bahwa bintang yang biru memiliki suhu tinggi, sedang yang bersuhu
rendah berwarna merah. Jadi, dengan mengamati warna bintang astronom dapat
mengukur suhu bintang tersebut. Pada kenyataannya diperlukan alat ukur yang
sangat teliti untuk keperluan pengukuran warna bintang.
Kalau diperhatikan, maka jelas kita
memiliki kesan ada bintang yang terang dan ada yang lemah cahayanya. Hipparchus
(100 SM) mencoba secara kuantitatif memberikan skala terang bintang dalam
konsep magnitude, yang dalam versi modernnya digambarkan sebagai berikut. Ua bintang
yang salah satunya lebih terang 100 kali memiliki magnitude 5 kali lebih kecil,
atau dengan kata lain, jika E1 adalah fluks enegi bintang 1 dan E2 adalah fluks enegi bintang
2. m1 adalah
magnitude bintang 1, m2 adalah
magnitude bintang 2, maka dapat dirumuskan:
m1
– m2 = -2,5 log(E2/E1)
Terang bintang yang diukur di bumi
hanyalah terang semu (magnitude nisbi), yaitu terang yang kita lihat , bukan
terang sebenarnya. Ada bintang yang sebenarnya sangat terang, tetapi karena
begitu jauhnya maka tampak redup. Sebaliknya ada bintang yang sebenarnya tidak
terlalu terang, tetapi karena dekat, jadi tampak berkilau. Untuk mengetahui
keadaan intrinsik suatu bintang, astronom perlu mengetahui terang sebenarnya
(terang mutlak) bintang, yakni magnitude mutlak. Magnitude mutlak suatu bintang
adalah terang bintang dalam magnitude jika diamati dari jarak 32,6 tahun cahaya
atau 10 parsek (pc), dan dirumuskan:
m
– M = -5+5log d(pc)
dengan
m magnitude semu (nisbi), M
magnitude mutlak, dan d(pc) adalah jarak bintang dalam satuan parsek.
Oleh karena itu, jarak sebuah bintang merupakan informasi yang amat penting
dalam astronomi.
Dari pembicaraan mengenai matahari
diungkapkan bahwa gelombang elektromagnetik yang dipancarkan sebagai cahaya
polikromatik dapat diuraikan ke dalam warna – warna. Uraian cahaya inilah yangn
disebut spectrum. Dengan hokum Kirchoff untuk spectrum kontinu (malar), emisi
dan absorbs, maka dasar spektroskopi(ilmu penelaahan spectrum cahaya) dibentuk.
Bila spectrum berbagai bintang
diamati, terlihat pola garis spektrumnya berbeda – beda. Astronom
mengelompokkan spectrum bintang berdasarkan kemiripan susunan garis
spektrumnya. Klasifikasi spectrum bintang dalam astronomi modern dinyatakan
dengan symbol – symbol kelas spectrum O, B, A, F, G, K, dan M. Untuk memudahkan
mengingat urutan klasifikasi spectrum bintang tersebut dibuat jembatan keledai
sebagai berikut: “Oh Be A Fine Girl (Cuy)
Kiss Me” Awalnya perbedaan pola spectrum bintang diduga arena perbedaan
komposisi kimiawi bintang, tetapi ternyata teori struktur dan angkasa bintang
modern menunjukkan bahwa penyebab utamanya adalah perbedaan suhu bintang. Unsur
dasar yang paling dominan dalam tubuh bintang adalah hydrogen, diikuti oleh
Helium dan dengan fraksi kecil sekali unsur – unsur atom berat.
Tabel
Klasfikasi Spektrum Bintang
|
Kelas spectrum
|
Suhu
|
Warna
|
|
O
|
> 25.000 K
|
Biru
|
|
B
|
11.000 – 25.000 K
|
Biru
|
|
A
|
7.500 – 11.000 K
|
Biru
|
|
F
|
6.000 – 7.500 K
|
Biru keputih –
putihan
|
|
G
|
5.000 – 6.000 K
|
Putih kekuning –
kuningan
|
|
K
|
3.500 – 5.000 K
|
Jingga kemerah –
merahan
|
|
M
|
< 3.500 K
|
Merah
|
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya,
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Bintang
adalah benda angkasa yang mempunyai cahaya sendiri dan gas pijar.
2. Matahari
terdiri dari adalah lapisan inti, fotosfer, kromosfer, dan korona.
3. Bintang
terlahir di dalam awan hidrogen dan debu yang sangat besar yang disebut nebula.
4. Bintang
yang terdekat dari kita setelah matahari (jarak 150.000.000 km) adalah bintang
Proksima Centauri yang berjarak 40.000.000 km.
5.
Gerak
sejati bintang dibedakan menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yaitu kecepatan
radial dan kecepatan tangensial.
6.
Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Struktur Matahari sebagai Bintang

Bintang adalah
benda angkasa yang mempunyai cahaya sendiri dan gas pijar. Kekuatan cahaya
bintang ditentukan berdasarkan magnitude (tingkat terang). Matahari disebut
bintang karena matahari mampu menghasilkan dan memancarkan cahaya sendiri
melalui reaksi fusi nuklir. Matahari merupakan bintang terdekat dengan bumi
yang menjadi pusat dari tata surya, sehingga matahari mampu “manarik dan
mengatur” anggota tata surya lainnya. Cahaya matahari dibandingkan bintang
yang lain terasa lebih cemerlang. Hal itulah yang menyebabkan pada waktu siang
hari kita tidak dapat melihat bintang selain matahari.
Matahari
adalah bintang terdekat dengan Bumi dengan jarak rata-rata 149.680.000
kilometer (93.026.724 mil). Matahari serta kedelapan buah planet (yang sudah
diketahui/ditemukan oleh manusia) membentuk Tata Surya. Matahari dikategorikan
sebagai bintang kecil jenis G.
Matahari
adalah suatu bola gas yang pijar dan ternyata tidak berbentuk bulat betul.
Matahari mempunyai katulistiwa dan kutub karena gerak rotasinya. Garis tengah
ekuatorialnya 864.000 mil, sedangkan garis tengah antar kutubnya 43 mil lebih
pendek. Matahari merupakan anggota Tata Surya yang paling besar, karena 98%
massa Tata Surya terkumpul pada matahari.
Di samping
sebagai pusat peredaran, matahari juga merupakan pusat sumber tenaga di
lingkungan tata surya. Matahari terdiri dari inti dan tiga lapisan kulit,
masing-masing fotosfer, kromosfer dan korona. Untuk terus bersinar, matahari,
yang terdiri dari gas panas menukar zat hidrogen dengan zat helium melalui
reaksi fusi nuklir pada kadar 600 juta ton, dengan itu kehilangan empat juta
ton massa setiap saat.
Matahari
dipercayai terbentuk pada 4,6 miliar tahun lalu. Kepadatan massa matahari
adalah 1,41 berbanding massa air. Jumlah tenaga matahari yang sampai ke
permukaan Bumi yang dikenali sebagai konstan surya menyamai 1.370 watt per
meter persegi setiap saat. Matahari sebagai pusat Tata Surya merupakan bintang
generasi kedua. Material dari matahari terbentuk dari ledakan bintang generasi
pertama seperti yang diyakini oleh ilmuwan, bahwasanya alam semesta ini
terbentuk oleh ledakan big bang sekitar 14.000 juta tahun lalu.
Matahari
memancarkan energi dalam bentuk cahaya ke segala arah. Energi yang dipancarkan
tersebut, hanya sebagian kecil yang sampai di bumi. Namun sejumlah energi yang
kecil tersebut sudah cukup sebagai sumber energi di bumi. Berdasarkan hasil
penelitian, setiap 1 cm2 atmosfir bumi rata-rata menerima energi
matahari sebesar 2 kalori setiap menit (8,4 joule/menit). Nilai 2 kalori per
menit ini selanjutnya disebut konstanta matahari. Berdasarkan penelitian
diperoleh bahwa matahari merupakan bola gas yang sangat panas. Bola gas
tersebut terdiri atas 70 % gas hidrogen, 25 % gas helium, dan
5 % unsur-unsur lain seperti gas oksigen, karbon, neon, besi, nitrogen,
silikon, magnesium, nikel, dan belerang (sulfur).
Wujud
matahari adalah bola gas berpijar yang sangat besar. Berpijarnya bola gas
tersebut disebabkan oleh adanya reaksi fusi di bagian inti matahari. Oleh
karena itu. inti matahari mempunyai suhu yang paling tinggi dibandingkan
bagian-bagian yang lain. Berdasarkan letaknya, susunan lapisan matahari dapat
dibedakan menjadi empat macam. Lapisan-lapisan tersebut mulai dari yang terdalam
berturut-turut adalah lapisan inti, fotosfer, kromosfer, dan korona.
- Inti.
Inti
merupakan bagian yang paling dalam dari matahari. Suhu di lapisan ini diperkirakan
mencapai l6 juta oC. Oleh karena itu, di lapisan inilah reaksi fusi dapat
berlangsung. Energi hasil reaksi fusi dipancarkan ke luar secara radiasi.
- Fotosfer (Lapisan Cahaya)
Fotosfer
merupakan permukaan matahari yang tebalnya kurang lebih 350 km. Lapisan inilah
yang memancarkan cahaya sangat kuat. Oleh karena itu. fotosfer juga disebut
lapisan cahaya. Suhu di fotosfer diperkirakan rata-rata 6.000 oC.
Pada suhu tersebut, suatu benda memancarkan cahaya berwarna kuning. Hal ini
sesuai dengan cahaya matahari yang berwarna kekuning-kuningan.
- Kromosfer.
Kromosfer
merupakan lapisan gas dli atas fotoser yang tebalnya sekitar l6.000 km. Oleh
karena itu, kromosfer sering disebut lapisan atmosfer matahari. Di lapisan
bawah (dekat fotosfer). suhu kromosfer diperkirakan sekitar 4.000 oC.
Makin ke atas. suhu kromosfer makin tinggi. Pada lapisan yang paling atas.,suhu
kromosfcr diperkirakan mencapai 10.000 oC. Kromosfer.hanya dapat
dilihat pada saat terjadi gerhana matahari total. Pada saat itu. Kromosfer
tampak seperti gelang atau cincin yang berwarna merah.
- Korona.
Korona
mempakan lapisan matahari yang paling luar. lapisan ini juga sering disebut
lapisan atmosfer matahari bagian luar. Korona juga merupakan lapisan gas yang
sangat tipis. Gas tersebut sering tampak seperti mahkota putih cemerlang yang
mengelilingi rnatahari. Oleh karena itu, lapisan gas tersebut disebut korona,
artinya mahkota. Karena merupakan lapisan gas tipis. bentuk korona selalu
berubah-ubah. Tebal korona diperkirakan mencapai 2,5 juta km. Adapun suhunya
diperkirakan mencapai 1 juta oC Korona dapat diamati setiap saat
dengan teleskop. Teleskop yang digunakan untuk mengamati korona disebut
koronagraf.
2.2 Asal Usul Bintang

Setiap tahun,
bintang-bintang terbentuk di dalam nebula yang sekaligus merupakan bahan
bakarnya. Melalui reaksi nuklir yang luar biasa, bintang mengkonsumsi miliaran
ton bahan bakar setiap detik. Cadangan hidrogen matahari sangat besar sekitar
2000 miliar miliar ton sehingga reaksi nuklir yang telah terjadi sejak 5 miliar
tahun yang lalu tetap beranjt selama itu juga.
Bintang terlahir di
dalam awan hidrogen dan debu yang sangat besar yang disebut nebula. Ledakan
sebuah atau beberapa bintang disekitarnya memengaruhi nebula, dan grafitasi
mulai yang memegang. Awan lambat laun berkontraksi di bawah pengaruh gravitasi,
dan materi akan menggumpal secara alami. Awan mulai berotasi dan temperaturnya
meningkat. Embrio bintang (protostar) terbentuk. Tak lama kemudian reaksi
nuklir terjadi. Protostar membutuhkan waktu 10 miliar tahun untuk kemudian
menjadi sebuah bintang yang akan bersinar sampai seluruh cadngan hidrosfer yang
dimilikinya berubah menjadi helium.
Jika protostar tidak memiliki cukup
massa untuk membangkitkan reaksi nuklir, ia akan menjadi katai cokelat. Protostar
dengan massa yang cukup akan memicu proses fusi termonuklir dan mengawali
kehidupan dewasanya sebagai bintang deret utama. Ini seperti Matahari kita saat
ini. Setelah 10 milir tahun, bintang tersebut akan berubah menjadi raksasa
merah dengan diameter 100 diameter Matahari dan ratusan kali lebih terang.
Lambat laun, lapisan bagian luar raksasa merah terlontar ke angkasa dan
membentuk planetari nebula selama 1 miliar tahun. Kemudian, inti bintang akan
terus berkontraksi hingga menjadi seukuran bumi dan menjadi katai putih, objek
dengan kerapatan luar biasa. Jika katai putih memiliki bintang pasangan, akan
menarik materialnya dan akan menjadi nova 1 yang sangat terang. Bintang akan
meredup terus hingga tidak bersinar kembali. Setelah beberapa miliar tahun akan
menjadi bintang mati, katai gelap.
Nova

Katai putih yang berubah menjadi
sebuah bintang yang sangat terang secara tiba – tiba disebut sebagai “bintang
baru”. Diperkirakan terdapat puluhan nova yang terbentuk setiap tahunnya di
Galaksi Bimasakti. Proses yang menyebabkan terjadinya nova dapat terjadi ketika
sebuah bintang katai putih dekat dengan bintang lainnya. Katai putih terkadang
mengisap materi bintang pasangannya. Materi tersebut berakumulasi di sekitar
permukaannya dan membentuk sebuah cakram akresi. Peningkatan temperatur,
menyebabkan ledakan besar. Nova tampak
terang di langit. Dalam satu tahun,
“bintang baru” tersebut memancarkan energy lebih banyak dari yang dipancarkan
Matahari selama satu juta tahun.
2.3 Jarak Bintang

Bintang yang terdekat dari kita
setelah matahari (jarak 150.000.000 km) adalah bintang Proksima Centauri yang
berjarak 40.000.000 km. Begitu banyaknya angka yang harus ditulis membuat
astronom menggunakan satuan lain untuk menyatakan jarak bintang. Dengan
mengetahui bahwa dalam 1 detik cahaya bergerak melintasi 300.000 km, maka
astronom mendefinisikan satuan cahaya (1 tahun cahaya = 9,46 x 1012 km)
sebagai acuan jarak bintang. Dengan demikian, cahaya membutuhkan waktu sekitar
500 detik untuk sampai ke bumi dari matahari, dan 4,3 tahun dari bintang
Proksima Centauri. Dengan kata lain jarak bumi-Proksima Centauri adalah 4,3
tahun cahaya.
Penentuan jarak bintang baru dapat
dilakukan pada abad ke-19, dan dikenal dengan nama cara paralaks trigonometri. Akibat gerak edar bumi mengelilingi
matahari, maka bintang yang dekat akan terlihat bergeser letaknya relative
terhadap bintang-bintang yang lebih jauh. Bintang tersebut seolah bergerak
menempuh lintasan berbentuk elips yang sebenarnya merupakan pencerminan gerak
bumi. Jika sudut p adalah bentangan
sudut yang dibentuk antara posisi bintang saat tertentu relative pada saat
acuan, maka dari trigonometri sederhana dapat dirumuskan sebagai p = αo/α dengan αo adalah jarak matahari bumi, dan α adalah
jarak bumi ke bintang. Karena p sudut
yang kecil. Maka jika dinyatakan dalam radian dapat dituliskan sin p = αo /α.
Sebagai ilustrasi, bintang 61 Cygni
(di rasi Cygnus) diukur paralaksnya
0,3 detik busur, maka dengan rumus di atas dengan mudah dapat dihitung jaraknya
1014 km. Astronom kerapkali menggunakan satuan jarak parsek, yang didefinisikan sebagai
jarak bintang yang paralaksnya 1 detik busur. Hubungan yang diperoleh adalah 1
parsek = 3,26 tahun cahaya.
Tabel : Bintang-bintang yang terdekat dengan
matahari yang sudah ditentukan paralaksnya
|
Bintang
|
Paralak s (“)
|
Jarak (pc)
|
Jarak (ly)
|
|
Proxima Centauri
|
0,76
|
1,31
|
4,27
|
|
Alpha Centauri
|
0,74
|
1,35
|
4,40
|
|
Barnard
|
0,55
|
1,81
|
5,90
|
|
Wolf 359
|
0,43
|
2,35
|
7,66
|
|
Lalande 21185
|
0,40
|
2,52
|
8,22
|
|
Sirius
|
0,38
|
2,65
|
8,64
|
2.4 Gerak Bintang

Bintang tidak
diam, tetapi bergerak di ruang angkasa. Pergerakan bintang ini sangat sukar
diikuti karena jaraknya yang sangat jauh, sehingga kita melihat
bintang seolah-olah tetap diam pada tempatnya sejak dulu
hingga sekarang.
Bila diamati, bintang selalu
bergerak di langit malam, baik itu tiap jam maupun tiap hari akibat pergerakan
bumi relatif terhadap bintang (rotasi dan revolusi bumi). Walaupun begitu,
bintang sebenarnya benar-benar bergerak karena mengitari pusat galaksi, namun
pergerakannya itu sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dalam pengamatan
berabad-abad. Gerak semacam inilah yang disebut gerak sejati bintang. Gerak sejati biasanya diberi symbol dengan µ
dan dinyatakan dalam detik busur
pertahun. Bintang yang gerak sejatinya terbesar adalah bintang Barnard dengan µ = 10”,25
per tahun (dalam waktu 180 tahun bintang ini hanya bergeser selebar bulan purnama).
Gerak sejati bintang dibedakan
menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yaitu:
- Kecepatan
radial : kecepatan
bintang menjauhi atau mendekati pengamat (sejajar garis pandang).
- Kecepatan
tangensial : kecepatan
bintang bergerak di bola langit (pada bidang pandang).
Sedangkan kecepatan total adalah kecepatan gerak sejati
bintang yang sebenarnya (semua komponen).
KECEPATAN
RADIAL
Kecepatan radial, seperti telah dijelaskan sebelumnya, adalah
kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat. Kecepatan ini biasanya
cukup besar, sehingga terjadi peristiwa pergeseran panjang gelombang. Kecepatan
radial bintang dapat diukur dengan metode Efek Doppler.
atau dengan
pendekatan untuk vr<<c dapat digunakan versi
nonrelativistik yaitu:
Kebanyakan gerak bintang-bintang yang dapat diaamati geraknya
memiliki kelajuan yang jauh di bawah kelajuan cahaya, sehinggi kita gunakan
saja persamaan yang kedua. Penting untuk mengetahui kecepatan bintang dan
galaksi umumnya dinyatakan dalam km/s.
KECEPATAN
TANGENSIAL
Kecepatan tangensial adalah kecepatan gerak bintang pada bola
langit. Misalkan pada suatu tahun, bintang tersebut berada pada α,δ
sekian, namun pada tahun berikutnya posisinya berubah. Perubahan koordinat
dalam tiap tahun ini disebut proper motion (μ) yang merupakan
kecepatan sudut bintang (perubahan sudut per perubahan waktu). Kecepatan
liniernya dinyatakan dalam satuan kilometer per detik. Kecepatan linier inilah
yang dikatakan kecepatan tangensial, yang dapat dicari dengan menggunakan rumus
keliling lingkaran. Misal perubahan posisi bintang dari x ke x’,
yaitu sebesar μ (detik busur) setiap tahunnya.
Perhatikan gambar gerak tangensial bintang :

d (parsec) dan μ (“)
kita juga memiliki hubungan d = 1/p untuk d
dalam parsec dan p dalam detik busur
Keliling = 360 º = 1296000”
Keliling = 2πd = 2π/p
dan mengingat definisi kecepatan sudut, v = ω d,
maka:
KECEPATAN TOTAL
Di atas kita telah membahas
kecepatan bintang dalam arah radial dan tangensial, sekarang kita akan mencari
kecepatan total bintang, v. Karena arah sumbu radial dan tangensial
tegak lurus, maka dengan mudah kita dapat menyelesaikannya menggunakan dalil
Pythagoras atau trigonometri. Ingatlah sudut yang dibentuk antara sumbu radial
dan vektor kecepatan bintang disebut sudut β.
Gambar : diagram kecepatan total
v2 = vr2 + vt2
vr = v cos β
vt = v sin β
2.5
Magnitudo Bintang

Bintang merupakan benda langit yang amat besar. Jika kita amati secara
seksama, maka warna bintang di langit berbeda – beda, ada yang kekuning –
kuningan, merah, dan biru. Dapat kita simpulkan ( dengan hokum Wien pada fisika
radiasi, dimana λmaks T =
konstan ) bahwa bintang yang biru memiliki suhu tinggi, sedang yang bersuhu
rendah berwarna merah. Jadi, dengan mengamati warna bintang astronom dapat
mengukur suhu bintang tersebut. Pada kenyataannya diperlukan alat ukur yang
sangat teliti untuk keperluan pengukuran warna bintang.
Kalau diperhatikan, maka jelas kita
memiliki kesan ada bintang yang terang dan ada yang lemah cahayanya. Hipparchus
(100 SM) mencoba secara kuantitatif memberikan skala terang bintang dalam
konsep magnitude, yang dalam versi modernnya digambarkan sebagai berikut. Ua bintang
yang salah satunya lebih terang 100 kali memiliki magnitude 5 kali lebih kecil,
atau dengan kata lain, jika E1 adalah fluks enegi bintang 1 dan E2 adalah fluks enegi bintang
2. m1 adalah
magnitude bintang 1, m2 adalah
magnitude bintang 2, maka dapat dirumuskan:
m1
– m2 = -2,5 log(E2/E1)
Terang bintang yang diukur di bumi
hanyalah terang semu (magnitude nisbi), yaitu terang yang kita lihat , bukan
terang sebenarnya. Ada bintang yang sebenarnya sangat terang, tetapi karena
begitu jauhnya maka tampak redup. Sebaliknya ada bintang yang sebenarnya tidak
terlalu terang, tetapi karena dekat, jadi tampak berkilau. Untuk mengetahui
keadaan intrinsik suatu bintang, astronom perlu mengetahui terang sebenarnya
(terang mutlak) bintang, yakni magnitude mutlak. Magnitude mutlak suatu bintang
adalah terang bintang dalam magnitude jika diamati dari jarak 32,6 tahun cahaya
atau 10 parsek (pc), dan dirumuskan:
m
– M = -5+5log d(pc)
dengan
m magnitude semu (nisbi), M
magnitude mutlak, dan d(pc) adalah jarak bintang dalam satuan parsek.
Oleh karena itu, jarak sebuah bintang merupakan informasi yang amat penting
dalam astronomi.
Dari pembicaraan mengenai matahari
diungkapkan bahwa gelombang elektromagnetik yang dipancarkan sebagai cahaya
polikromatik dapat diuraikan ke dalam warna – warna. Uraian cahaya inilah yangn
disebut spectrum. Dengan hokum Kirchoff untuk spectrum kontinu (malar), emisi
dan absorbs, maka dasar spektroskopi(ilmu penelaahan spectrum cahaya) dibentuk.
Bila spectrum berbagai bintang
diamati, terlihat pola garis spektrumnya berbeda – beda. Astronom
mengelompokkan spectrum bintang berdasarkan kemiripan susunan garis
spektrumnya. Klasifikasi spectrum bintang dalam astronomi modern dinyatakan
dengan symbol – symbol kelas spectrum O, B, A, F, G, K, dan M. Untuk memudahkan
mengingat urutan klasifikasi spectrum bintang tersebut dibuat jembatan keledai
sebagai berikut: “Oh Be A Fine Girl (Cuy)
Kiss Me” Awalnya perbedaan pola spectrum bintang diduga arena perbedaan
komposisi kimiawi bintang, tetapi ternyata teori struktur dan angkasa bintang
modern menunjukkan bahwa penyebab utamanya adalah perbedaan suhu bintang. Unsur
dasar yang paling dominan dalam tubuh bintang adalah hydrogen, diikuti oleh
Helium dan dengan fraksi kecil sekali unsur – unsur atom berat.
Tabel
Klasfikasi Spektrum Bintang
|
Kelas spectrum
|
Suhu
|
Warna
|
|
O
|
> 25.000 K
|
Biru
|
|
B
|
11.000 – 25.000 K
|
Biru
|
|
A
|
7.500 – 11.000 K
|
Biru
|
|
F
|
6.000 – 7.500 K
|
Biru keputih –
putihan
|
|
G
|
5.000 – 6.000 K
|
Putih kekuning –
kuningan
|
|
K
|
3.500 – 5.000 K
|
Jingga kemerah –
merahan
|
|
M
|
< 3.500 K
|
Merah
|
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya,
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Bintang
adalah benda angkasa yang mempunyai cahaya sendiri dan gas pijar.
2. Matahari
terdiri dari adalah lapisan inti, fotosfer, kromosfer, dan korona.
3. Bintang
terlahir di dalam awan hidrogen dan debu yang sangat besar yang disebut nebula.
4. Bintang
yang terdekat dari kita setelah matahari (jarak 150.000.000 km) adalah bintang
Proksima Centauri yang berjarak 40.000.000 km.
5.
Gerak
sejati bintang dibedakan menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yaitu kecepatan
radial dan kecepatan tangensial.
6.
Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo


Tidak ada komentar:
Posting Komentar